Penyakit Gastrointestinal

- Obat-obat
yang digunakan pada penyakit ulkus peptikum
- Obat
yang meningkatkan motilitas gastrointestinal
- Obat-obat
yang digunakan dalam terapi penyakit peradangan usus menahun
- Obat-obat
yang digunakan dalam terapi ensefalopati portal-sistemik
A. Obat-obat yang digunakan pada penyakit ulkus peptikum
Patogenesis
penyakit ulkus peptikum belum dipahami secara seluruhnya. Sekresi asam lambung dan pepsin diperlukan
untuk timbulnya ulkus peptikum, tetapi factor yang berhubungan dengan sekresi
pepsin oleh mukosa diperlukan untuk timbulnya tahanan terhadap asam, dan pepsin
juga penting, terutama pada penyakit ulkus ventrikuli. Ada beberapa obat yang mempunyai efek atas
masing-masing factor ini.
Antasid
Antasid lambung
merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorida lambung untuk
membentuk garam dan air. Kegunaannya
dalam ulkus peptikum adalah untuk mngurangi keasaman lambung, dan karena pepsin
tak aktif dalam larutan di atas pH 4, untuk mengurangi aktivitas peptic.
Kebanyakan antasid
yang digunakan saat ini mrupakan kombinasi garam alumunium, magnesium, dan
kalsium. Perbedaan antara antasid
berhubungan dengan kecepatan reaksinya dengan asam lambung, kapasitas
neutralisasinya, efek samping gastrointestinalisnya dan komplikasi sistemiknya.
Natrium bikarbonat
Unsur aktif dalam soda pengembang kue, sangat larut dan bereaksi hampir
seketika dengan asam klorida :
NaHCO3 + HCl + → NaCl + H2O + CO2
Tetapi senyawa ini sangat larut dan diabsorpsi cepat dari susu. Jadi ia bisa meningkatkan alkalosis sistemik
dan retensi cairan serta tidak direkomendasikan untuk jangka waktu lama.
Kalsium karbonat
Bereaksi lenih lambat daripada natrium karbonat, tetapi sangat efektif
dalam menetralisasi asam lambung :
CaCO3 + 2HCl → CaCl2 + H2O + CO2
Tetapi sekitar 10% kalsium klorida yang dihasilkan akan diabsorpsi
dengan kemungkinan efek samping hiperkalsemia, sindroma susu-alkali dan rebound
asam sehingga tidak untuk digunakan dalam jangka waktu lama.
Alumunium hidroksida
Bereaksi dengan asam hidroklorida dalam bentuk yang serupa :
Al(OH)3 + 3HCl → AlCl3 + 3H2O
Tetapi banyak variabilitas dalam kelarutan berbagai preparat alumunium
hidroksida sehingga luas variasi dalam kecepatan neutralisasi asam. Umumnya alumunium klorida yang terbentuk tak
larut dan sering menyebabkan konstipasi.
Ia juga mengikat obat tertentu (mis. Tetrasiklin) dan fosfat, yang mencegah
absorpsinya. Efek atas absorpsi fosfat
ini dimanfaatkan untuk terapi pada pasien gagal ginjal kronik dan penyakit
tulang.
Magnesium hidroksida (susu magnesia)
Bereaksi dengan asam hampir secepat natrium hidroksida :
Mg(OH)2 + 2HCl → MgCl2 + 3H2O
Tetapi berbeda dari natrium hidroksida, relatif tak larutnya magnesium
hidroksida memperlambat pengosongan dari lambung sehingga memperpanjang efek
neutralisasinya. Garam magnesium yang
dihasilkan sukar diabsorpsi dan bertanggung jawab bagi efek katartik senyawa
ini yang telah trkenal. Sejumlah kecil
magnesium diabsorpsi, tetapi ia hanya mempunyai makna klinik bila insufisiensi
ginjal mengganggu ekskresinya ke urine.
Kegunaan Klinik Antasid
Sesudah makan, asam lambung dihasilkan pada
kecepatan sekitar 45mEq/jam. Dosis
tunggal 156 mEq. Antasid yang diberikan 1 jam setelah makan efektif
menetralisasi asam lambung selama 2 jam.
Dosis kedua yang diberikan ssetelah 3 jam setelah makan mempertahankan
efek ini selam lebih dari 4 jam setelah makan.
Hubungan dosis respon antasid bervariasi, yang tergantung atas kapasitas
sekresi asam lambung (beberapa individu merupakan hipersekretor, beberapa
hiposekretor) dan kecepatan antasid dikosongkan dari lambung. Antasid yang tersedia secara komersial bervariasi
sebanyakl 7 kali lipat dalam kapasitas menetralisasi asam.
Efek samping terhadap antasid sering meliputi perubahan dalam kebiasaan
buang air besar. Seperti yang telah
disebutkan, sering garam magnesium mempunyai efek katartik dan alumunium
hidroksida bisa menyebabkan konstipasi.
Masalh ini dapat diatasi dengan mengkombinasi atau mengganti senyawa
dengan efek ini. Masalh lain yang
mungkin ada dengan antasid berhubungan denga absorpsi kation (natrium, kalsium,
magnesium, alumunium) dan alkalosis sistemik.
Masalh ini hanya menjadi masalah klinik pada pasien dengan gangguan
ginjal. Pada dosis besar, kandungan
natrium beberapa antasid mungkin menjadi factor penting pada pasien payah
jantung kongestif.
Antasid telah lama merupakan terapi utama untuk refluks
gastroesofageal. Antasid dalam kombinasi
dengan asam alginat (Gaviscon) menyebabkan pengurangan refluks asam dan
perbaikan simptomatik.
Antasid telah digunakan untuk menghilangkan nyeri akobat esofagitis,
ulkus ventrikuli dan ulkus duodeni.
Tetapi ujicoba dikontrol plasebo tidak memperlihatkan efek dosis antasid
efektif tunggal untuk menghilangkan nyeri pada keadaan ini.
Antagonis Reseptor H2
Dua obat utama yang digunakan adalah simetidin dan ranitidine. Obat ini sanggup mengurangi lebih dari 90%
sekresi asam lambung basal, yang dirangsang makanan dan nocturnal setelah satu
pemberian. Banyak ujicoba telah
membuktikan kemanjurannya dalam mempermudah penyembuhan ulkus duodeni dan ulkus
ventrikuli serta mencegah kekambuhannya.
Penting juga dalam penggunaan medis sindroma Zollinger-Ellison dan
keadaan hipersekresi lambung yang terlihat pada mastositosis sistemik.
Dosis orang dewasa yang biasa bagi simetidin sebesar 300 mg 4 kali
sehari bersama makanan dan waktu tidur, walaupun 400 mg dua kali sehari mungkin
sama efektif. Obat ini dapat diberikan
intravena pada dosis yang sama.
Kadang-kadang diperlukan dosis yang lebih besar-sampai 2400 mg per 24
jam-terutama pada pasien sindroma Zollinger-Ellison. Dosis ini harus dikurangi pada pasien
insufisiensi ginjal, tempat waktu paruh obat memanjang. Dosis 400 mg waktu akan tidur mencegah
kekambuhan ulkus. Tetapi berhenti
merokok mungkin lebih penting daripada obat dalam mencegah kekambuhan pada
perokok. Efek samping pada penggunaan
simetidin dalam waktu yang lama adalah keadaan konfusional terlihat terutama
pada pasien tua. Sifat antiandrogenik
telah bertanggung jawab bagi terlihatnya disfungsi seksual laki-laki dan
ginekomastia yang kadang-kadang terlihat.
Kasus leukopeni jarang timbul.
Simetidin juga menunda metabolisme mikrosom hati bagi beberapa obat
seperti warfarin, teofilin, diazepam dan fenitoin.
Ranitidin, suatu alkilfuran substitusi, berdasarkan milligram, 5-10
kali lebih kuat daripada simetidin dan tampaknya mempunyai masa kerja yang
lebih lama. Dosis orang dewasa yang
biasa 150 mg dua kali sehari. Efek
samping dan interaksi obat lebih seduikit dibandingkan dengan simetidin, tetapi
pengalaman klinik terbatas.
Walaupun banyak diresepkan kombinasi antagonis reseptor H2
dengan antasid, tetapi sedikit dasar pemikiran untuk tindakan ini. Antasid dosis tinggi mengurangi
bioavailabilitas simetidin dan ranitidine.
Tetapi pH intragaster 24 jam yang lebih tinggi telah dilaporkan pada
pasien yang meneerima kombinasi antasid dan antagonis reseptor H2.
Obat Protektif Mukosa
Sukralfat
Sukralfat
(Carafate) atau alumunium sukrosa sulfat, suatu disakarida sulfat yang
belakangan ini dikembangkan pada penyakit ulkus peptikum.
Mekanisme kerjanya
dinggap melibatkan pengikatan selektif ke jaringan ulkus nekrotik, tempat ia
bisa bekerja sebagai sawar bagi asam, pepsin dan empedu. Di sampnig itu sukralfat bisa langsung
mengabsorpsi garam empedu. Obat ini
telah terbukti efektif dalam mengobati ulkus duodeni. Ia tidak diabsorpsi secara sistemik. Dosisnya 1 g 4 kali sehari pada lambung
kosong (sekurang-kurangnya 1 jam sebelum makan). Ia juga memerlukan pH asam agar aktif
sehingga tidak boleh dibeerikan secara serentak bersama antasid atau antagonis
reseptor H2.
Senyawa Bismuth Koloid
Bekerja dengan
pengikatan selektif pada ulkus dan dengan menyelubunginya untuk melindungi
ulkus dari asam dan pepsin.
Trikalium disitrato
bismut (De-Nol) telah banyak dites di Eropa dan terbukti lebih unggul daripada
plasebo dalam menyembuhkan ulkus duodeni dan ventrikuli. Efek sampingnya minimum dan tidak terlihat
laporan ensefalopati pada penggunaan jangka lama senyawa bismut lain.
Karbenoksolon
Turunan
sintetik asam glisirizat ini (suatu obat yang diekstrak dari licorice) telah
terbukti efektif dalam menyembuhkan ulkus duodeni dan ventrikuli. Mekanisme kerja karbenoksolon belum jelas,
tapi dianggap melibatkan peningkatan produksi, sekresi, dan viskositas mucus
usus. Walaupun sifat penyembuhan
ulkusnya telah terbukti, obat ini mempunyai efek samping utama seperti
aldosteron sehingga hipertensi, retensi cairan dan hipokalemia telah membatasi
kegunaan kliniknya. Pemberian
spironolakton bersamaan akan mengontrol retensi cairan, tetapai juga
menggagalkan efek penyembuhan ulkus, tiazid mencegah retensi natrium tanpa
menggagalkan efek bermanfaat pada penyakit peptic.
Prostaglandin
Prostaglandin
tertentu, terutama prostaglandin E2, dihasilkan oleh mukosa lambung
dan dianggap mempunyai peranan utama dalam sitoproteksi lambung. Bila diberikan per oral, analog metil
prostaglandin E2 telah terbukti
efektif dalam menyembuhkan tidak hanya ulkus peptikum, tetapi juga lesi lambung
yang dihasilkan pada hewan percobaan karena pemberian aspirindan
indometasin. Mekanisme sitoproteksi oleh
prostaglandin E2 belum diketahui, tetapi bisa dihubungkan dengan
perangsangan sekresi mucus lambung.
Kegunaan klinik prostaglandin dibatasi oleh diare yang diinduksinya.
Obat Lain
Antagonis
kolinoreseptor
Paling bermanfaat
sebagai tambahan bagi antagonis reseptor H2, terutama pada pasien
yang refrakter terhadap terapi dengan yang terakhir atau yang dengan nyeri
nokturna.
Pirenzapin
Suatu obat
antimuskarinik dengan aktivitas jelas yang spesifik bagi reseptor lambung dan
bisa terbukti lebih bermanfaat dalam terapi ulkus.
Antidepresi trisiklik
Bisa mempermudah
penyembuhan ulkus peptikum, tetapi mekanisme kerjanya yang tepat (hambatan
reseptor H2, antimuskarinik atau keduanya) belum jelas dan belum
dilakukan ujicoba klinik yang cermat.
Omeprazol
Merupakan
benzimidazol yang disubstitusi, yang merupakan penghambat kuat pompa proton
lambung hydrogen kalium ATPase. Dosis
tunggal harian menghambat pada hakekatnya 100% sekresi asam lambung. Efek samping penekanan asam jangka lama dapat
menimbulkan perkembangan tumor karsinoid lambung.
B. Obat yang Meningkatkan Motilitas Gastrointestinalis
Mekanisme kolinergik bertanggung
jawab dalam mengubah fenomena motorik dalam usus, jadi tidak mengherankan bahwa
obat kolinergik seperti betanekol efektif dalam meningkatkan motilitas
gastrointestinalis.
Metoklopramid
Perangsang usus
yang juga mempunyai sifat kolinomimetik yang jelas mensesitisasi otot polos
usus terhadap kerja asetilkolin ketimbang kerja langsung atas reseptor
asetilkolin. Di samping itu obat ini
suatu antagonis dopamine yang kuat, terutama pada reseptor dopamine
sentral. Obat ini bekerja mempercepat
bersihan esophagus, meninggikan tekanan sfingter esophagus yang rendah,
mempercepat pengosongan lambung dan memperpendek waktu lintas usus halus. Efek antagonis dopamine sentral terutama
bertanggung jawab bagi sifat antiemetiknya.
Pada pasien dengan penyakit refluks gastroesofageal menahun,
metoklorpamid efektif dalam menurunkan insiden rasa terbakar pada epigastrium,
walaupun efek jangka panjang belum diketahui.
Obat ini merupakan antiemetik yang efektif, yang terutama bermanfaat
dalam hubungan dengan kemoterapi kanker dan dalam persalinan untuk mencegah
aspirasi isi lambung.
Metoklorpamid cepat diabsorpsi dengan konsrntrasi puncak setelah dosis
oral tunggal terlihat dalam 40-120 menit.
Waktu paruh plasmanya sekitar 4 jam dan obat ini terutama disekresikan
oleh ginjal. Dosis biasa 10 mg 4 kali
sehari bersama makanan dan waktu akan tidur.
Dosis lebih besar, sampai 1-2 mg/kg, telah digunakna bersama dengan
kemoterapi kanker. Dosis 20 mg yang
diberikan dengan infus intravena lambat telah digunakan untuk intubasi usus
halus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar