Selasa, 06 Maret 2012

Gastrointestinal


Penyakit Gastrointestinal

Obat-obat yang digunakan dalam penyakit gastrointestinal dikelompokkan berdasarkan kegunaan terapinya, sebagai berikut :
       - Obat-obat yang digunakan pada penyakit ulkus           peptikum
      -   Obat yang meningkatkan motilitas gastrointestinal
     -  Obat-obat yang digunakan dalam terapi penyakit peradangan usus menahun
    -    Obat-obat yang digunakan dalam terapi ensefalopati portal-sistemik

A. Obat-obat yang digunakan pada penyakit ulkus peptikum

            Patogenesis penyakit ulkus peptikum belum dipahami secara seluruhnya.  Sekresi asam lambung dan pepsin diperlukan untuk timbulnya ulkus peptikum, tetapi factor yang berhubungan dengan sekresi pepsin oleh mukosa diperlukan untuk timbulnya tahanan terhadap asam, dan pepsin juga penting, terutama pada penyakit ulkus ventrikuli.  Ada beberapa obat yang mempunyai efek atas masing-masing factor ini.

Antasid

            Antasid lambung merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorida lambung untuk membentuk garam dan air.  Kegunaannya dalam ulkus peptikum adalah untuk mngurangi keasaman lambung, dan karena pepsin tak aktif dalam larutan di atas pH 4, untuk mengurangi aktivitas peptic.
            Kebanyakan antasid yang digunakan saat ini mrupakan kombinasi garam alumunium, magnesium, dan kalsium.  Perbedaan antara antasid berhubungan dengan kecepatan reaksinya dengan asam lambung, kapasitas neutralisasinya, efek samping gastrointestinalisnya dan komplikasi sistemiknya.

Natrium bikarbonat

Unsur aktif dalam soda pengembang kue, sangat larut dan bereaksi hampir seketika dengan asam klorida :
NaHCO3 + HCl + → NaCl + H2O + CO2
Tetapi senyawa ini sangat larut dan diabsorpsi cepat dari susu.  Jadi ia bisa meningkatkan alkalosis sistemik dan retensi cairan serta tidak direkomendasikan untuk jangka waktu lama.

Kalsium karbonat

Bereaksi lenih lambat daripada natrium karbonat, tetapi sangat efektif dalam menetralisasi asam lambung :
CaCO3 + 2HCl → CaCl2 + H2O + CO2
Tetapi sekitar 10% kalsium klorida yang dihasilkan akan diabsorpsi dengan kemungkinan efek samping hiperkalsemia, sindroma susu-alkali dan rebound asam sehingga tidak untuk digunakan dalam jangka waktu lama.

Alumunium hidroksida

Bereaksi dengan asam hidroklorida dalam bentuk yang serupa :
Al(OH)3 + 3HCl → AlCl3 + 3H2O
Tetapi banyak variabilitas dalam kelarutan berbagai preparat alumunium hidroksida sehingga luas variasi dalam kecepatan neutralisasi asam.  Umumnya alumunium klorida yang terbentuk tak larut dan sering menyebabkan konstipasi.  Ia juga mengikat obat tertentu (mis. Tetrasiklin) dan fosfat, yang mencegah absorpsinya.  Efek atas absorpsi fosfat ini dimanfaatkan untuk terapi pada pasien gagal ginjal kronik dan penyakit tulang.

Magnesium hidroksida (susu magnesia)

Bereaksi dengan asam hampir secepat natrium hidroksida :
Mg(OH)2 + 2HCl → MgCl2 + 3H2O
Tetapi berbeda dari natrium hidroksida, relatif tak larutnya magnesium hidroksida memperlambat pengosongan dari lambung sehingga memperpanjang efek neutralisasinya.  Garam magnesium yang dihasilkan sukar diabsorpsi dan bertanggung jawab bagi efek katartik senyawa ini yang telah trkenal.  Sejumlah kecil magnesium diabsorpsi, tetapi ia hanya mempunyai makna klinik bila insufisiensi ginjal mengganggu ekskresinya ke urine.

Kegunaan Klinik Antasid

Sesudah makan, asam lambung dihasilkan pada kecepatan sekitar 45mEq/jam.  Dosis tunggal 156 mEq. Antasid yang diberikan 1 jam setelah makan efektif menetralisasi asam lambung selama 2 jam.  Dosis kedua yang diberikan ssetelah 3 jam setelah makan mempertahankan efek ini selam lebih dari 4 jam setelah makan.  Hubungan dosis respon antasid bervariasi, yang tergantung atas kapasitas sekresi asam lambung (beberapa individu merupakan hipersekretor, beberapa hiposekretor) dan kecepatan antasid dikosongkan dari lambung.  Antasid yang tersedia secara komersial bervariasi sebanyakl 7 kali lipat dalam kapasitas menetralisasi asam.
Efek samping terhadap antasid sering meliputi perubahan dalam kebiasaan buang air besar.  Seperti yang telah disebutkan, sering garam magnesium mempunyai efek katartik dan alumunium hidroksida bisa menyebabkan konstipasi.  Masalh ini dapat diatasi dengan mengkombinasi atau mengganti senyawa dengan efek ini.  Masalh lain yang mungkin ada dengan antasid berhubungan denga absorpsi kation (natrium, kalsium, magnesium, alumunium) dan alkalosis sistemik.  Masalh ini hanya menjadi masalah klinik pada pasien dengan gangguan ginjal.  Pada dosis besar, kandungan natrium beberapa antasid mungkin menjadi factor penting pada pasien payah jantung kongestif.
Antasid telah lama merupakan terapi utama untuk refluks gastroesofageal.  Antasid dalam kombinasi dengan asam alginat (Gaviscon) menyebabkan pengurangan refluks asam dan perbaikan simptomatik.
Antasid telah digunakan untuk menghilangkan nyeri akobat esofagitis, ulkus ventrikuli dan ulkus duodeni.  Tetapi ujicoba dikontrol plasebo tidak memperlihatkan efek dosis antasid efektif tunggal untuk menghilangkan nyeri pada keadaan ini.

Antagonis Reseptor H2
Dua obat utama yang digunakan adalah simetidin dan ranitidine.  Obat ini sanggup mengurangi lebih dari 90% sekresi asam lambung basal, yang dirangsang makanan dan nocturnal setelah satu pemberian.  Banyak ujicoba telah membuktikan kemanjurannya dalam mempermudah penyembuhan ulkus duodeni dan ulkus ventrikuli serta mencegah kekambuhannya.  Penting juga dalam penggunaan medis sindroma Zollinger-Ellison dan keadaan hipersekresi lambung yang terlihat pada mastositosis sistemik.
Dosis orang dewasa yang biasa bagi simetidin sebesar 300 mg 4 kali sehari bersama makanan dan waktu tidur, walaupun 400 mg dua kali sehari mungkin sama efektif.  Obat ini dapat diberikan intravena pada dosis yang sama.  Kadang-kadang diperlukan dosis yang lebih besar-sampai 2400 mg per 24 jam-terutama pada pasien sindroma Zollinger-Ellison.  Dosis ini harus dikurangi pada pasien insufisiensi ginjal, tempat waktu paruh obat memanjang.  Dosis 400 mg waktu akan tidur mencegah kekambuhan ulkus.  Tetapi berhenti merokok mungkin lebih penting daripada obat dalam mencegah kekambuhan pada perokok.  Efek samping pada penggunaan simetidin dalam waktu yang lama adalah keadaan konfusional terlihat terutama pada pasien tua.  Sifat antiandrogenik telah bertanggung jawab bagi terlihatnya disfungsi seksual laki-laki dan ginekomastia yang kadang-kadang terlihat.  Kasus leukopeni jarang timbul.  Simetidin juga menunda metabolisme mikrosom hati bagi beberapa obat seperti warfarin, teofilin, diazepam dan fenitoin.
Ranitidin, suatu alkilfuran substitusi, berdasarkan milligram, 5-10 kali lebih kuat daripada simetidin dan tampaknya mempunyai masa kerja yang lebih lama.  Dosis orang dewasa yang biasa 150 mg dua kali sehari.  Efek samping dan interaksi obat lebih seduikit dibandingkan dengan simetidin, tetapi pengalaman klinik terbatas.
Walaupun banyak diresepkan kombinasi antagonis reseptor H2 dengan antasid, tetapi sedikit dasar pemikiran untuk tindakan ini.  Antasid dosis tinggi mengurangi bioavailabilitas simetidin dan ranitidine.  Tetapi pH intragaster 24 jam yang lebih tinggi telah dilaporkan pada pasien yang meneerima kombinasi antasid dan antagonis reseptor H2.

Obat Protektif Mukosa

Sukralfat

Sukralfat (Carafate) atau alumunium sukrosa sulfat, suatu disakarida sulfat yang belakangan ini dikembangkan pada penyakit ulkus peptikum.
Mekanisme kerjanya dinggap melibatkan pengikatan selektif ke jaringan ulkus nekrotik, tempat ia bisa bekerja sebagai sawar bagi asam, pepsin dan empedu.  Di sampnig itu sukralfat bisa langsung mengabsorpsi garam empedu.  Obat ini telah terbukti efektif dalam mengobati ulkus duodeni.  Ia tidak diabsorpsi secara sistemik.  Dosisnya 1 g 4 kali sehari pada lambung kosong (sekurang-kurangnya 1 jam sebelum makan).  Ia juga memerlukan pH asam agar aktif sehingga tidak boleh dibeerikan secara serentak bersama antasid atau antagonis reseptor H2.

Senyawa Bismuth Koloid

Bekerja dengan pengikatan selektif pada ulkus dan dengan menyelubunginya untuk melindungi ulkus dari asam dan pepsin.
Trikalium disitrato bismut (De-Nol) telah banyak dites di Eropa dan terbukti lebih unggul daripada plasebo dalam menyembuhkan ulkus duodeni dan ventrikuli.  Efek sampingnya minimum dan tidak terlihat laporan ensefalopati pada penggunaan jangka lama senyawa bismut lain.

Karbenoksolon

Turunan sintetik asam glisirizat ini (suatu obat yang diekstrak dari licorice) telah terbukti efektif dalam menyembuhkan ulkus duodeni dan ventrikuli.  Mekanisme kerja karbenoksolon belum jelas, tapi dianggap melibatkan peningkatan produksi, sekresi, dan viskositas mucus usus.  Walaupun sifat penyembuhan ulkusnya telah terbukti, obat ini mempunyai efek samping utama seperti aldosteron sehingga hipertensi, retensi cairan dan hipokalemia telah membatasi kegunaan kliniknya.  Pemberian spironolakton bersamaan akan mengontrol retensi cairan, tetapai juga menggagalkan efek penyembuhan ulkus, tiazid mencegah retensi natrium tanpa menggagalkan efek bermanfaat pada penyakit peptic.

Prostaglandin

Prostaglandin tertentu, terutama prostaglandin E2, dihasilkan oleh mukosa lambung dan dianggap mempunyai peranan utama dalam sitoproteksi lambung.  Bila diberikan per oral, analog metil prostaglandin E2  telah terbukti efektif dalam menyembuhkan tidak hanya ulkus peptikum, tetapi juga lesi lambung yang dihasilkan pada hewan percobaan karena pemberian aspirindan indometasin.  Mekanisme sitoproteksi oleh prostaglandin E2 belum diketahui, tetapi bisa dihubungkan dengan perangsangan sekresi mucus lambung.  Kegunaan klinik prostaglandin dibatasi oleh diare yang diinduksinya.

Obat Lain

Antagonis kolinoreseptor
Paling bermanfaat sebagai tambahan bagi antagonis reseptor H2, terutama pada pasien yang refrakter terhadap terapi dengan yang terakhir atau yang dengan nyeri nokturna.

Pirenzapin

Suatu obat antimuskarinik dengan aktivitas jelas yang spesifik bagi reseptor lambung dan bisa terbukti lebih bermanfaat dalam terapi ulkus.

Antidepresi trisiklik

Bisa mempermudah penyembuhan ulkus peptikum, tetapi mekanisme kerjanya yang tepat (hambatan reseptor H2, antimuskarinik atau keduanya) belum jelas dan belum dilakukan ujicoba klinik yang cermat.

Omeprazol

Merupakan benzimidazol yang disubstitusi, yang merupakan penghambat kuat pompa proton lambung hydrogen kalium ATPase.  Dosis tunggal harian menghambat pada hakekatnya 100% sekresi asam lambung.  Efek samping penekanan asam jangka lama dapat menimbulkan perkembangan tumor karsinoid lambung.

B. Obat yang Meningkatkan Motilitas Gastrointestinalis

            Mekanisme kolinergik bertanggung jawab dalam mengubah fenomena motorik dalam usus, jadi tidak mengherankan bahwa obat kolinergik seperti betanekol efektif dalam meningkatkan motilitas gastrointestinalis.

Metoklopramid

Perangsang usus yang juga mempunyai sifat kolinomimetik yang jelas mensesitisasi otot polos usus terhadap kerja asetilkolin ketimbang kerja langsung atas reseptor asetilkolin.  Di samping itu obat ini suatu antagonis dopamine yang kuat, terutama pada reseptor dopamine sentral.  Obat ini bekerja mempercepat bersihan esophagus, meninggikan tekanan sfingter esophagus yang rendah, mempercepat pengosongan lambung dan memperpendek waktu lintas usus halus.  Efek antagonis dopamine sentral terutama bertanggung jawab bagi sifat antiemetiknya.
Pada pasien dengan penyakit refluks gastroesofageal menahun, metoklorpamid efektif dalam menurunkan insiden rasa terbakar pada epigastrium, walaupun efek jangka panjang belum diketahui.  Obat ini merupakan antiemetik yang efektif, yang terutama bermanfaat dalam hubungan dengan kemoterapi kanker dan dalam persalinan untuk mencegah aspirasi isi lambung.
Metoklorpamid cepat diabsorpsi dengan konsrntrasi puncak setelah dosis oral tunggal terlihat dalam 40-120 menit.  Waktu paruh plasmanya sekitar 4 jam dan obat ini terutama disekresikan oleh ginjal.  Dosis biasa 10 mg 4 kali sehari bersama makanan dan waktu akan tidur.  Dosis lebih besar, sampai 1-2 mg/kg, telah digunakna bersama dengan kemoterapi kanker.  Dosis 20 mg yang diberikan dengan infus intravena lambat telah digunakan untuk intubasi usus halus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar