Kamis, 15 Maret 2012

Konseling Apoteker

PENTINGNYA KONSELING APOTEKER

Peran terpenting konseling pasien adalah memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan yang bermutu untuk pasien. Kejadian yang disebut kecelakaan obat (efek merugikan, efek samping, interaksi obat dan kesalahan penggunaan obat) dan ketidak patuhan terhadap program pengobatan menurunkan kualitas hidup dan mengganggu pelayanan yang bermutu. Selain itu tingginya biaya pelayanan kesehatan saat ini menimbulkan kebutuhan akan adanya intervensi untuk meminimalkan biaya – biaya yang tidak diperlukan dan memaksimalkan keuntungan – keuntungan yang diperoleh dari terapi medis (Melanie J. Rantucci, 2010). Sebagai bukti adanya kebutuhan ini, lebih dari 200 penelitian dan perkiraan penggunaan obat oleh pasien yang tidak dirawat inap menunjukkan bahwa 50 % pasien akan menggunakan obat secara tidak benar. Menurut laporan Department of Health and Human Service ( DHHS ) tahun 1990, 48 % dari seluruh penduduk Amerika serikat, dan 55 % manula, dalam beberapa hal, gagal mengikuti regimen pengobatan. Selain itu sebuah penelitian menunjukan bahwa 32 % pasien yang mendapat perintah pengulangan resep dari dokter tidak mengulangi pembelian resep tersebut. Sebagai bukti lain dari hal ini, telah dihitung bahwa dari 25.815 resep yang kemungkinan dapat dibeli ulang di Apotik komunitas bebas biasa pada tahun 1988 hanya 14.681 resep yang diracik dan diserahkan pada pasien. Dengan kata lain setiap detik atau sepertiga pasien yang menerima resep kemungkinan menggunakan obat secara tidak benar. Meskipun ketidak patuhan tidak selalu menimbulkan konsekuensi, penelitian menujukkan bahwa 25 % pasien ini akan menggunakan obat dengan cara yang dapat membahayakan kesehatan pasien.
Ketidakpatuhan dapat memperlama masa sakit atau meningkatkan keparahan penyakit. Selain itu ketidakpatuhan dapat membuat dokter berasumsi bahwa diagnosis salah. Asumsi ini muncul akibat buruknya respon terhadap obat. Hal ini menyebabkan dokter melakukan lebih banyak test dan mungkin memberikan tambahan obat baru. Tinjauan literature memperlihatkan bahwa 5.5 % pasien masuk rumah sakit akibat keidakpatuhan terhadap terapi obat. Tenaga medis dapat memberikan banyak dampak signifikan pada keadaan ini melalui konseling pasien. Menurut laporan DHHS “Regimen Pengobatan : Penyebab Ketidakpatuhan “kurangnya informasi tentang obat merupakan salah satu dari empat variabel terpenting yang menjadi alasan utama pasien manula gagal mematuhi regimen pengobatan. Banyak penelitian telah membuktikan keefektifan penyediaan informasi dan sistem pengingat oleh apoteker. Sebagai contoh, suatu penelitian di Memphis, Tenesse menemukan tingkat kepatuhan 84.7% pada pasien yang menerima banyak informasi tentang antibiotik, sedangkan pasien yang lebih sedikit menerima informasi hanya menunjukkan tingkat kepatuhan 63 %. Penelitian lain menunjukkan peningkatan kepatuhan sebesar 49 % pada pasien yang mendapat obat jantung, antihipertensi dan
hipoglikemik oral dengan bantuan sistem pengingat resep.
Selain masalah kepatuhan dan reaksi obat merugikan, melalui konselin pasien, apoteker dapat menemikan banyak masalah lain yang terkait obat seperti Indikasi yang tidak terobati, pemilikhan obat yang tidak tepat, dosis subterapi, over-dosis, Interaksi obat dan penggunaan obat tanpa indikasi. Komunitas pelayanan kesehatan baru-baru ini telah menyadari bahwa kejadian efek merugikan yang di sebabkan oleh kesalahan dalam perawatan dan terapipasien merupakan suatu masalah besar yang turut mengakibatkan bertambah lamanya perawatan di rumah sakit, bertambah keparahan penyakit dan penderitaan, serta hilangnya kepercayaan terhadap sistem pelayanan kesehatan .Laporan Institut Kediokteran Amerika Serikat, “ Kesalahan adalah manusiawi, “ Membagun Sistem Kesehatan yang lebih aman, “ yang berfokus pada kualitas pelayanan kesehatan di Amerika, memperkirakan bahwa pada tahun 1999, sebanyak 100.000 penduduk Amerika meninggal setiap tahun di rumah sakit akibat efek merugikan obat ( lebih banyak dari pada akibat kecelakaan lalu lintas, kanker panyudara, atau AIDS ). Pada sebuah penelitian Pelayanan Medis Harvard yang penting, yaitu penelitian berbasis populasi pada pasien rawat inap yang mengalami luka iatrogenik ( Penyakit yang di sebabkan oleh terapi medis ) di
negara bagian New York pada tahun 1994, di temukan bahwa 3,7 % pasien penderita yang menyebabkan waktu tinggal di rumah sakit menjadi lama atau menyebabkan cacat, dan 69% luka ini terjadi akibat kesalah. Obat bertanggung jawab atas 19,4 % kejadian luka tersebut; 45 % dari kesalahan yang berkaitan dengan obat ini disebabkan oleh kesalahan pengobatan. Dalam penelitian tentang penerimaan pasien rumah sakit, di temukian 6,5 kejadian obat merugikan (
adverse drug event,ADE ) dan 5,5 kemungkinan terjadi ADE pada 100 orang yang masuk rumah sakit dengan 28 % akibat kesalahan. ADE meliputi reaksi merugikan dan kesalahan. Kesalahan pada lebih dari satu terhadap teridentifikasi dari ADE tersebut; kesalahan paling sering terjadi pada tahap peresepan dan pemberian obat. Penelitian yang dilakukan pada pelayanan apotek komunitas menunjukkan perkiraan kesalahan pengobatan berkisar dari 1,5 % sampai 4% resep yang di berikan untukl pasien rawat jalan ( ambolutori ).
Analisis system kesalahan pengobatan menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kesalahan pengobatan bersifat multi faktorial dan meliputi penyebab lansung yang berasal dari faktor keadaan saat obat di berikan kepada pasien. Faktor lain melibatkan kondisi laten yang berkaitan dengan sistem penyediaan obat mulai dari proses pembuatan dan sistem regulasi hingga obat sampai ke pasien Penyebab mencakup komunikasi yang tidak lancar ( atau gagal ) kurangnya edukasi pasien; pemberian obat, proses peracikan, dan distribusi obat yang salah ; serta tingkat pengetahuan apoteker, pasien, dan penulis rfesep ( dokter ). Semua ini dapat diindentifikasi dan di cegah melalui koseling pasien. Intitute for Safe Medication Pratices telah mengindentifikasi edukasi pasien ( baik lisan maupun tulisan ) sebangai strategi pencegahan kesalahan pengobatan yang paling penting.Masalah penggunaan obat tidak hanya dapat meningkatan risiko pada pasien.
Tetapi juga menambah waktu dan biaya yang dibutuhkan, Suatu penelitian yang dilakukan di california menunjukkan bahwa biaya perawatan rumah sakit pasien manula akibat reaksi obat merugikan adalah US$340,1 juta. Biaya yang dikeluarkan akibat ketidak patuhan terhadap terapi obat diperkirakan sebesar US$ 20 juta karena tidak bekerja dan US$ 1,5 miliar karena kehilanagan pendapatan pertahun selain itu, pengeluaran sebesar US$ 8,5 miliar untuk biaya rumah sakit yang sebenarnya tidak perlu pada tahun 1986 ( US$ 8,6 miliar ini adalah sekitar 1,7 % dari semua pengeluaran untukl pelayanan kesehatan pada tahun tersebut ) secara keseluruhan biay, biaya tahunan morbiditas dan mortalitas akibat obat di Amerika serikat di perkirakan oleh Johnson dan Bootman pada tahun 1995sebesar US$45,6 miliar unjtu7k bviaya pelayanan kesehatan langsung. Selain itu biaya yang di keluarkan untuk kejadian merugikan yang sebetulnya dapat di cegah ( Segala sesuatu yang dapat memperburuk keadaan pasien dalam sistem pelayanan kesehatan yang merupakan kejadian berbahaya yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan seperti reaksi merugikan dan kesaalahan medis ) diperkirakan antara
$17 miliar dan $ 19 Miliar, yang mencakup kehilanagn pendapatan, cacat, dan biaya medis menurut laporan, “kesalahan adalah manusiawi.” Dengan terus meningkatnya biaya pelayanan kesehatan setiap tahun, yang di keluarkan oleh perorangan dan oleh lembaga yang mengurus perencanaan kesehatan baik di pemerintah maupun di swasta, keterlibatan apoteker dalam konseling pasien menjadi penting.
Selain mengurangi morbiditas akibat obat dan biaya – biaya selanjutnya yang di keluarkan oleh perorangan dan masyarakat, konseling pasien dapat memberikan keuntungan pada pasien dalam sejumlah hal lain yang meliputi perbaikan kondisi pasien dan kepuasan terhadap pelayanan. Pasien kemungkinan mengiginkan pemastian bahwa suatu obat aman dan efektiuf. Pasien juga kemungkinan membutuhkan penjelasan tambahan yang belum mereka dapatkan dari dokter tentang penyakit mereka karena pasien terlalu terburu-buru, terlalu sedih atau terlalu malu untuk bertanya. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa komunikasi yang efektif antara pasien dan dokter memperbaiki hasil yang di peroleh pasien. Kualitas komunikasi saat mengambil riwayat pasien dan selama mendiskusikan perencanaan pengobatan pasien diketahui riwayat pasien dan selama mendiskusikan perencanaan pengobatan pasien di ketahui meningkatkan kesehatan emosional, penghilangan gejala, Fungsi, pengukuran fisoigik ( yaitu
tekanan darah dan kadar gula darah ) dan pengendalian rasa nyeri. Akan tetapi, komunikasi dokter-pasien sering kali terburu-buru dan Informasi terkait masalahmasalah terapi obat tidak didiskusikan dengan cukup lengkap.
Komunikasi apoteker-pasien dapat memperbaiki keterbatasan komunikasi dokter-pasien, dan dapat meningkatkan hasil yang di peroleh pasien. Pasien merasakan bahwa komunikasi, kepekaan antar-pribadi, dan kemitraan dengan penyedia layanan kesehatan meningkatkan kepuasan . Hasilnya, pasien cenderung mematuhi saran medis dan mengingat informasi medis yang di berikan. Konseling lebih lanjut dapat membantu pasien melekuken rawat-mandiri meskipun banyak kondisi penyakit dapat ditangani sendiri, pasien sering membutuhkan bantuan untuk menentukan gejalayang dapat ditangani sendiri dan gejala yang perlu ditangani dokter. Salah penggunaan obat tanpa resep telah tercatac dalam literatur; angka kejadian pada kelompok –kelompok yang di teliti bervariasi dari 15 % sampai 66 % terapi –mandiri, bila diperlukan , dapat menguranggi kebutuhan akan pelayaan kesehatan yang lebih formal dan menguranggi biaya yang di keluarkan untuk pelayanan tersebut. Sama halnya dengan konseling resep, konseling obat tanpa resep yang dilakukan oleh apoteker dapat menguntungkan pasien baik secara medis maupun financial.
Di Bandung sendiri pernah dilakukan penelitian oleh seorang mahasiswa ITB di Rumah Sakit Immanuel Bandung, yang hasilnya : bahwa 41,43% pasien pernah melakukan ketidaktepatan dalam penggunaan obat, 70,99% salah menjalankan jadwal obat, 2,81% lebih menyukai apoteker sebagai sumber informasi obat. Mandailing Natal merupakan kabupaten dengan Indeks Pembangunan Manusia yang dalam beberapa tahun terakhir menduduki peringkat tiga terbawah untuk provinsi sumatera utara. Pemahan akan arti sehat dan penggunaan obat masih sangat memprihatinkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar