Validasi Metode Analisis
Validasi
metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode
analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Validasi biasanya
diperuntukkan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan.
Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC,
ASTM, dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di
laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya
verifikasi. Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang
dilakukan tidak selengkap validasi.
Beberapa
parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis
adalah sebagai berikut:
1. Accuracy
(Kecermatan)
Accuracy
adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar
analit yang sebenarnya. Accuracy dinyatakan sebagai persen perolehan kembali
(recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan melalui dua cara,
yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard
addition method).
Dalam metode
simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam plasebo (semua
campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut
dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan
(kadar yang sebenarnya). Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel
plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan
konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang
diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi
bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak
diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa
endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai
metode adisi.
Dalam metode
adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang
diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan
dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya
(hasil yang diharapkan).
Pada metode
penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi. Metode ini tidak
dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu pengukuran, misalnya
analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi, mengubah pH atau
kapasitas dapar, dll.
Dalam kedua
metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh
dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery adalah tidak
boleh lebih dari 5%.
2. Precision
(keseksamaan)
Precision
adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual,
diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang
homogen.
Presicion
diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi).
Precision dapat dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau
reproducibility (ketertiruan).
Repeatability
adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh
analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal.
analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Repeatability dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal.
Reproducibility
adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya
analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan
peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan
terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama.
Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan
menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda.
Kriteria
seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif (RSD) atau
koefisien variasi (CV) 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat
fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan
kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien variasi
meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis.
Ditemukan
bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi analit.
Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah
sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per sejuta
(ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada
metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%.
Percobaan
keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika sampel yang diambil
dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya keseksamaan
ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini.
ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi terhadap keseksamaan ini.
3.
Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas
atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat
tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang
mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan
sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel
yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa
sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel
yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan.
Selektivitas
metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung
cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa
plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.
Penyimpangan
hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan
hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka
selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung
cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan
dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisis
kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat kesesuaian kedua
hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas. Pada metode analisis
yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya
resolusinya (Rs).
4.
Linearitas dan Rentang
Linearitas
adalah kemampuan metode analisis memberikan respon proporsional terhadap
konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah
dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan,
keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.
Linearitas
biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang
dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji
analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik
dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode
kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.
Dalam
beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran
dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi
matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya.
Dalam
praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 –
150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang
konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis
sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko.
Sebagai parameter
adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi
linier Y = a + bX. Hubungan linier yang r = +1 atau –1 bergantung pada arah
garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang
digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual
(Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua
perhitungan matematik tersebut dapat diukur
5. Batas
Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of
Quatification)
Batas
deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang
masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi
merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada
analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel
yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan
Q = (k x
Sb)/Sl
Q = LOD
(batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx)
Batas
deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi
linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada
persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan
simpangan baku residual (Sy/x.)
a. Batas
deteksi (LoD)
Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
LoD = (3
Sy/x)/ Sl
b. Batas
kuantitasi (LoQ)
Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka:
LoQ = (10
Sy/x)/Sl
Cara lain
untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah melalui penentuan rasio
S/N (signal to noise ratio). Nilai simpangan baku blanko ditentukan dengan cara
menghitung tinggi derau pada pengukuran blanko sebanyak 20 kali pada titik
analit memberikan respon. Simpangan baku blanko juga dihitung dari tinggi derau
puncak ke puncak, jika diambil dari tinggi puncak derau atas dan bawah (Np-p)
maka s0 = Np-p/5 sedangkan kalau dari puncak derau bawah saja (puncak negatif)
maka s0 = Np/2, selanjutnya perhitungan seperti tersebut di atas.
6.
Ketangguhan metode (ruggedness)
Ketangguhan
metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel
yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis,
instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya
dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan
kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada
kondisi operasi normal antara lab dan antar analis.
Ketangguhan
metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen
dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi
yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan
parameter uji yang sama.
Derajat
ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel
penentuan. Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di
bawah kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan metode.
Perhitungannya dilakukan secara statistik menggunakan ANOVA pada kajian
kolaboratif yang disusun oleh Youden dan Stainer.
7. Kekuatan
(Robustness)
Untuk
memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil
dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan
akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan
prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak dibatasi) perubahan komposisi organik
fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur kolom (±
2 - 3° C).
Perubahan
lainnya dapat dilakukan bila sesuai dengan laboratorium. Identifikasi
sekurang-kurangnya 3 faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti
atau diubah. Faktor risinal ini dapat diidentifikasi sebagai A, B, dan C.
Perubahan nilai faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan a, b, dan c.
Lakukan analisis pada kondisi yang telah disebutkan pada pemeriksaan
ketangguhan.
Nilai
Penetapan faktor eksperimental
#1 #2 #3 #4
A atau a A A a a
B atau b B b B b
C atau c C c c C
#1 #2 #3 #4
A atau a A A a a
B atau b B b B b
C atau c C c c C
Untuk
menentukan efek perubahan A, banding rata-rata hasil (#1 + #2)/2 dengan (#3 +
4)/2, Untuk efek perubahan B, bandingkan (#1 + #3)/2 dengan (#2 +#4)/2 dan
seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar